Sertifikasi Profesi, Apa Benar Meningkatkan Daya Saing Industri?

Grup EL Preneur adalah grup yang berisi pengusaha/ pemilik Provider Experiential Learning se-Indonesia. Grup ini dibuat oleh Humas AELI sebagai media komunikasi antar pengusaha Provider EL. Grup ini bersifat inklusif, dapat diikuti juga oleh Provider yang belum menjadi anggota AELI karena tujuan AELI adalah Untuk Negeri, bukan hanya untuk diri sendiri. Meskipun tentu saja target utama layanan AELI adalah anggotanya.

Grup EL Preneur adalah wadah untuk berbagi wawasan dan insight terkait layanan EL di Indonesia. Terkadang juga berbagi dan berkolaborasi melaksanakan project.

Salah satu acara yang diadakan oleh Grup EL Preneur ini adalah COMEL, Coffee Meeting EL Preneur, yaitu sebuah sharing dalam grup WhatsApp mengenai topik-topik terkait bisnis EL. Dengan adanya COMEL, diharapkan ada penambahan wawasan mengenai bisnis EL sehingga dapat meningkatkan layanan dan kapasitas bisnis Provider EL.

COMEL diagendakan secara berkala, untuk pelaksanaan kali ini, COMEL yang diadakan pada Selasa 10 April 2018 pukul 16.00-18.00 mengangkat tema “Sertifikasi Profesi, Apa Benar Meningkatkan Daya Saing Industri”. Narasumber COMEL kali ini adalah Widianto Soekarnen, atau biasa dipanggil kang Widhie.

Kang Widhie menggeluti experiential learning sejak akhir dekade 90-an, Kang Widhie berkembang menjadi seorang trainer bukan hanya berbasis outdoor/ adventure base learning tetapi juga indoor base learning. Menggunakan mix method antara experiential learning dengan beberapa metoda lainnya.

Kang Widhie tersertifikasi dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi di bidang Metoda Pelatihan dan Fasilitator Experiential Learning level Utama, Widhie banyak memberikan pelatihan di bidang interpersonal skill, leadership, team building, dan organizational development. Disamping itu Kang Widhie juga dikenal sebagai researcher di bidang kesehatan dan praktisi manajemen kebencanaan baik di tingkat nasional maupun internasional. Dan baru saja menjadi Asesor Sertifikasi Kompetensi Kepemanduan Outbound/ Fasilitator EL.

Paparan dari kang Widhie saat COMEL kali ini saya nukilkan sebagai berikut.

Pertama-tama kami mohon maaf kalau pada COMEL kali ini kondisi kurang maksimal karena masih dalam mobil travel dari bekasi ke jakarta setelah mengikuti Pelatihan dan Ujian Calon Asesor Kepemanduan Outbound/ Fasilitator EL. Semoga ga abis baterai hp dan laptop selama comel berlangsung.

 

Kedua kami ucapkan selamat dan sukses buat beberapa penghuni grup ini yang baru menyelesaikan Workplace Assessor dan Uji Kompetensi Asesor Kompetensi dari BNSP mewakili LSP Pramindo yaitu Mas Aji sebagai Asesor Pemandu Gunung, Mas DP Arsa, Mas Dian Wibowo, Mas Irwan, dan Mas Ponco sebagai Asesor Kepemanduan Outbound/ Fasilitator Experiential Learning.

 

Nah untuk paparan kali ini adalah tentang “Sertifikasi Profesi… Apa benar meningkatkan daya saing industri?”. Sertifikasi profesi itu barang apa? Apa kaitannya dengan industri? Saya yakin banyak yang sudah paham soal sertifikasi profesi. Apalagi di grup ini berjibun yang udah sertifikasi Utama dan malah jadi asesor kompetensi. Tapi apa kita tahu kalau sertifikasi profesi ini berpengaruh pada bisnis kita?

 

Salah satu pentingnya sertifikasi profesi itu buat para EL Provider adalah agar tidak didenda sama pemerintah. Menurut Peraturan Pemerintah No 52 tahun 2012: Pengusaha Pariwisata wajib mempekerjakan Tenaga Kerja yang telah memiliki Sertifikat Kompetensi di Bidang Pariwisata sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, termasuk tenaga kerja asing. Nah kalau tidak mempekerjakan yang tersertifikasi ada dendanya loh. Itu nakut-nakutin dulu, yang pasti ada beberapa hal yang bermanfaat selain tidak didenda oleh pemerintah.

 

Bagi Tenaga Kerja manfaat sertifikasi profesi itu:

  • Meningkatkan mobilitas dan daya-saing tenaga kerja.
  • Meningkatkan pengakuan atas kompetensi tenaga kerja. Meningkatkan prospek karier tenaga kerja.
  • Meningkatkan keselamatan pribadi tenaga kerja .
  • Meningkatkan rasa percaya diri dan kebanggaan tenaga kerja.

 

Bagi Pemerintah Dan Masyarakat manfaat sertifikasi profesi itu:

  • Meningkatkan efektivitas dan efisiensi bursa kerja.
  • Meningkatkan daya saing kerja di pasar kerja global.
  • Meningkatkan kualitas dan produktivitas perusahaan.
  • Meningkatkan perlindungan dan kesejahteraan tenaga kerja.
  • Meningkatkan efektivitas dan efisiensi diklat.
  • Mendorong pertumbuhan ekonomi nasional dan daerah serta
  • Menurunkan tingkat pengangguran.

 

Dan bagi sebuah Perusahaan manfaat Sertifikasi Kompetensi antara lain:

  • Memudahkan perusahaan untuk rekrutmen dan seleksi personil.
  • Memudahkan perusahaan untuk penempatan dan penugasan.
  • Memudahkan perusahaan untuk pengaturan remunesasi dan kompensasi.
  • Memudahkan perusahaan untuk mengaturan pengembangan karier dan diklat.
  • Meningkatkan produktivitas perusahaan dan
  • Meningkatkan keselamatan ditempat kerja.

 

Nah dari manfaat manfaat itu yang paling penting adalah meningkatkan daya saing di dunia industri.

 

Ada 5 aliran bebas (Free Flow) akibat diterapkannya MEA. Free Flow of: (1) Goods, (2) Investment in Service, (3) Mobility of Skilled Labor, (4) Investment and (5) Capital. Perhatikan no 3, Free FLow of Skilled Labor. Kalau kita tidak siap di no 3 jangan protes kalau kita dilibas tenaga kerja dari 9 negara asean lainnya. Dan bagi industri kita, Itu Berbahaya. Karena masih kuatnya persepsi masyarakan kalau barang asing lebih baik dari produk lokal, kalau brand EL asing masuk Indonesia, mungkin sekali klien kita diambil mereka.

 

Sertifikasi Kompetensi Profesi adalah kunci kita dalam mengembangkan perusahaan kita agar mampu meningkatkan daya saing industri. Sertifikasi profesi itu untuk mengisi gap antara lulusan lembaga akademis dengan kebutuhan industri. Jadi yuk kita manfaatkan staf kita yg udah tersertifikasi. Sekian dan terima kasih

 

Paparan COMEL ini dilanjutkan dengan sesi pertanyaan. Pertanyaan pertama adalah dari Heriyanto ‘Bob’ pemilik Kaniki Action Partner, “Untuk saat ini seberapa siapkah lembaga sertifikasi memprovide para pelaku seperti kita2 ini untuk bisa mendapatkan sertifikasi?”.

 

BNSP tidak bisa melakukan sertifikasi profesi tetapi bekerjasama dengan Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) untuk melakukan itu. Untuk Sertifikasi Kepemanduan Outbound/ Fasilitator Experiential Learning dilakukan oleh LSP Pramindo yang memiliki hak untuk melakukan Sertifikasi Profesi Kepemanduan Outbound/ Fasilitator EL di seluruh Indonesia. Sedangkan untuk Sertifikasi serupa yaitu Pemandu Wisata Outbound dilakukan oleh LSP Parnas yang berdomisili di Surabaya dan berhak untuk melakukan sertifikasi profesi Pemandu Wisata Outbound untuk wilayah Jawa Timur dan sekitarnya.

 

Saya yakin LSP Pramindo siap untuk melayani permintaan sertifikasi kapanpun dan dimanapun. Apalagi kalau yang sertifikasi mandiri (berbayar) bukan sertifikasi subsidi dari pemerintah (gratisan). Buktinya tiap minggu ada sertifikasi profesi mandiri di seluruh Indonesia. Kalau seperti kita anggota AELI yang menunggu sertifikasi subsidi, ya kondisinya tergantung jatah subsidi dan pengaturan jadwal dari pemerintah.

 

Tambahan, untuk profesi Kepemanduan Outbound/ Fasilitator EL asesornya ada banyak dibanding dengan uji kompetensi dan jumlah asesornya, karena calon asesi menunggu yang gratisan alias subsisdi dari Pemerintah. Dalam setahun jatah subsidi Fasel Kepemanduan Outbound ada sekitar 200 asesi, tahun ini jatah subsidi dari Kemenpar ada 150 asesi. Sampai saat ini AELI telah menjadi mitra dalam pelaksanaan sertifikasi untuk lebih dari 400 orang sejak tahun 2014. Kalau satu asesor sehari bisa pegang 6 asesi maka hanya dibutuhkan 7-8 orang asesor. Tapi Asesor yang mengkhususkan diri di bidang EL ada 15 orang.

 

Pertanyaan kedua datang dari Unang Rusnadi, pemilik dari BOTS, Buana Outdoor Training Service, yaitu, “Kapan aturan MEA berlaku untuk Free Flow of Goods & Services?”

 

MEA berlaku sejak 3 tahun lalu atau tepatnya 2015. Contoh kongkritnya rekan kita tercinta Mas Iwan Kurnia di Batam yang sekarang berjibaku bersaing dengan provider Singapura di Kepulauan Riau. Group dari Malaysia sudah bisa bawa klien sendiri ke Indonesia. Ada juga provider luar yang dapat klien sekolah Internasional di Jakarta untuk program di Bali.  MEA ini nyata dampaknya. Bahayanya lagi adalah kalau si provider itu menggunakan fasel kita. Bayaranya bisa 2-3 kali lipat dari standar bayaran kita lho. Kita akan kekurangan fasel tersertifikasi. People works for money guys.

 

Itu risiko dihadapan kita. Kalau kita ga bisa meningkatkan kualitas kita akan tergerus. Jangan sampai kita hanya bisa protes ke pemerintah via status FaceBook. Target pemerintah tahun ini 17.000 pekerja disertifikasi, ini program prioritas pemerintah. Sayang EL hanya dapat rata-rata 200 asesi yang disubsidi tiap tahunnya, tahun ini hanya 150 asesi.

 

Mungkin ini juga dipengaruhi dari data Fasel yang kita miliki. Saat ini baru terdata sekitar 700 orang Fasel, ini diketahui dari jumlah Fasel yang terdaftar jadi Anggota AELI. Lebih dari 400 orang sudah tersertifikasi, tahun ini ada jatah untuk 150 orang. Jadi asumsinya tahun depan alias tahun 2019 adalah tahun terakhir subsidi pemerintah untuk Fasel Kepemanduan Outbound.

Sedangkan jumlah Fasel secara kasar bisa dihitung mencapai 5000 orang, bahkan mungkin lebih. Namun kita tidak memiliki datanya karena Fasel tidak mendaftarkan diri di Asosiasi. Dengan ketiadaan data ini kita jadi juga kurang punya “power” untuk meminta pemerintah memprioritaskan subsidi untuk kita. Lain hal kalau temen-temen Fasel memahami situasi ini dan berbondong-bondong daftar jadi anggota Asosiasi. Kita jadi punya dasar kuat untuk meminta pemerintah memprioritaskan subsidi bagi kita.

 

Pertanyaan Ketiga berasal dari Hendra Lesmana pemilik Provider Parabus dari Makasar, yaitu: “Bisakah sertifikasi kita ini dipakai ke bidang lain selain pariwisata?misalnya Pendidikan karena kegiatan EL kita lebih condong kesana”.

 

Sertifikasi itu melekat pada judulnya bukan bidangnya. Jadi kalau judulnya Kepemanduan Outbound ya berarti di pariwisata. Tapi karena ada keterangan ada Fasilitator Experiential Learningnya maka maknanya jadi luas. Sekarang di tender pemerintah udah banyak yg project outbound/team builing dengan kewajiban melampirkan sertifikat kompetensi di bidang EL. Jadi judul yg menentukan luasnya profesi karena profesi itu spesifik terhadap satu pekerjaan tertentu.

 

Sebagai gambaran di LAN (Lembaga Akreditasi Nasional) diwajibkan trainer menggunakan metodologi Experiential Learning, yang mencakup Active Learning, Adult Learning dan Experiential Learning.

 

Memang di Sertifikat yang sekarang itu tercantum Pemandu Wisata Outbound (Outbound Guide), sedangkan sertifikat angkatan sebelumnya tercantum Kepemanduan Outbound/ Fasilitator EL. Judul di sertifikat harusnya sesuai dengan judul SK Kepmenaker No. 329/KEP/XII/2011  tentang Kepemanduan Outbound/ Fasilitator Experiential Learning. Sampai sekarang memang belum ada kejelasan berita kenapa namanya diganti menjadi Pemandu Wisata Outbound. AELI sudah mengajukan soal ini ke Kemenpar dan sedang dalam proses. AELI juga sudah mengajukan usulan untuk merevisi SKKNI Kepemanduan Outbound termasuk unit kompetensinya. Semoga revisinya nanti akan membuat SKKNI nya makin sempurna.

Untuk bahasan mengenai kenapa EL masuk di ranah pariwisata akan dibahas di tulisan saya yang lain. Meskipun seharusnya ini adalah hal yang sudah kita pahami bersama karena program EL itu pasti menggunakan lokasi wisata dalam pelaksanaannya. Dan kita, industri EL sudah banyak menyumbang retribusi dan pajak dalam bidang pariwisata.

 

Pertanyaan berikutnya datang dari Sofyan, pemilik Red Avenue Indonesia. “Seperti dijelaskan Kang Widie, menurut Peraturan Pemerintah No 52 tahun 20a12 : Pengusaha Pariwisata wajib mempekerjakan Tenaga Kerja yang telah memiliki Sertifikat Kompetensi di Bidang Pariwisata sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, termasuk tenaga kerja asing. Pertanyaannya, apakah pihak Pemerintah akan ketat dalam menyeleksi atau menscreening tenaga kerja asing dalam kaitannya Sertifikat Kompetensi ini?”

 

Pemerintah pasti akan ketat dengan ketentuan ini terutama untuk tenaga kerja asing karena visanya harus visa kerja. Ini untuk melindungi tenaga kerja dalam negeri juga. Yang masih belum terlihat adalah penerapan untuk tenaga kerja dalam negeri. Kondisi saat ini dari 260 juta WNI, kurang dari 1% profesional yang tersertifikasi BNSP. Di EL saja dari prediksi 5.000an fasel, baru sekitar 400 orang yg tersertifikasi. Akan memberatkan tenaga kerja kita kalau pemerintah terlalu ketat dalam mengimplementasikan aturan ini. Tapi ketika yg tersertifikasi mayoritas maka peraturan itu bisa efektif. Yang jelas, saat ini dalam tender Pemerintah dan Swasta skala besar sudah mensyaratkan sertifikasi di bidang EL untuk program Experiential Learning/ Capacity Building/ Team Building.

 

Dalam hal sertifikasi ini bukan pemerintah kurang tanggap tapi kemampuan anggarannya memang hanya untuk 17.000 di tahun ini dan di 2019 ditargetkan 33.000 orang. Pemerintah sudah melakukan upaya yang cukup baik, masyarakat dan dunia usaha juga harus berjuang untuk mendukung program ini. Misal untuk sertifikasi Rope Access, mereka tidak ada subsidi. Semua bayar mandiri. Sedangkan kita di EL masih berharap subsidi.

 

Sertifikasi profesi adalah jawaban untuk memperkecil gap antara dunia akademis dengan dunia industri. Kebutuhan industri ini yg mendorong banyaknya sertifikasi profesi yang spesifik.

 

Maka dari itu sertifikasi profesi jadi salah satu ujung tombak persaingan industri di era MEA dan kedepannya ekonomi global. “Sertifikasi Profesi. Apa benar meningkatkan daya saing industri?” Jawabannya ada di diri kita sendiri. Mau bersaing di era MEA? Ya sertifikasi profesi salah satu kuncinya!

 

Demikian kata penutup dari Narasumber COMEL kali ini. Semoga dapat menambah wawasan bagi kita dan dapat membantu kita meningkatkan daya saing usaha dan industri EL di Indoesia.

Salam
Gigih Gesang
Sekjen AELI

0813 813 700 76

Tags:
Belum ada Komentar

Tinggalkan Komentar :

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*

Sekretariat Dewan Pengurus Pusat
Jalan Simpang Tiga Kalibata No. 01.A
Duren Tiga - Jakarta Selatan 12830 - INDONESIA
Telepon [62-21] 2208-3446
Email : [email protected], Milis AELI : [email protected].

Log in with your credentials

or    

Forgot your details?

Create Account