Asosiasi di Indonesia umumnya terdiri dari 2 jenis yaitu Asosiasi berbasis Profesi dan Asosiasi berbasis Badan Usaha atau Industri. Tiap jenis Asosiasi ini hanya mengakomodir satu jenis keanggotaan saja, apakah itu Profesi atau Badan Usaha. Contohnya Perhimpunan Dokter Ahli Mata Indonesia (PERDAMI) yang hanya beranggotakan dokter mata saja dan Asosiasi RS Mata Indonesia (ARSAMI) yang beranggotakan Rumah Sakit Mata.
Asosiasi Experiential Learning Indonesia (AELI) memang berbeda dari Asosiasi lain yang hanya memiliki 1 jenis keanggotaan, AELI memiliki 2 jenis anggota yaitu Lembaga Usaha dan Profesi. Bahasan mengenai ‘jenis kelamin’ AELI yg mengakomodir dua jenis keanggotaan kembali mengemuka di bahasan Musyawarah Nasional V AELI 2019. Dalam gelaran Munas ini, AELI sekali lagi menegaskan diri menjadi Asosiasi yang berbasis Keilmuan.
Musyawarah Nasional adalah forum yang memiliki kekuasaan tertinggi dalam Asosiasi Experiential Learning Indonesia yang menentukan arah kebijakan strategis organisasi. Salah satu agenda dalam gelaran Munas AELI V ini adalah pembahasan mengenai Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga AELI. Salah satu bab dalam AD ART AELI adalah tentang bentuk dan tujuan asosiasi ini didirikan.
Sejak AELI berdiri hingga masa kini, komentar mengenai bentuk AELI yang berbasiskan metode Experiential Learning dan mengakomodir dua jenis keanggotaan yaitu Lembaga dan Perorangan selalu disampaikan tidak hanya oleh anggota tapi oleh stakeholder AELI seperti pengguna jasa dan pemerintah. AELI seringkali dinilai terlalu luas, sehingga sulit untuk menentukan hubungan antara AELI dengan pengguna jasa layanan EL dan pemerintah.
Umumnya Asosiasi akan menjadi mitra bagi salah satu Kementerian atau Lembaga Pemerintah. Sedangkan mengenai AELI harus bermitra dengan Kementerian mana saja masih sering menjadi perdebatan diantara anggota. Masih banyak yang mengesampingkan keberhasilan AELI menjadi mitra bagi Kementerian Pariwisata dengan alasan bahwa EL adalah pembelajaran jadi seyogyanya bermitra dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Dalam gelaran Munas V ini AELI kembali menegaskan jati dirinya sebagai Asosiasi berbasis Keilmuan. Hal ini seyogyanya dianggap sebagai keunggulan alih-alih dianggap sebagai kelemahan. Metode EL yang dapat diterapkan dalam berbagai bentuk program Pembelajaran Berbasis Pengalaman membuat AELI dapat bermitra dengan berbagai Kementerian dan Lembaga pemerintah. Tidak terbatas hanya dengan satu Kementerian saja.
Perlu ditekankan bahwa Asosiasi itu mitra bagi pemerintah, bukan berada di bawah Kementerian tertentu. Begitu juga AELI. Yang membuat AELI istimewa adalah terapan metode EL yang memiliki jangkauan Luas, sehingga dapat bermitra dengan lebih dari satu Kementerian.
Pernyataan sikap AELI mengenai dasar organisasi yang berbasis Keilmuan termaktub dalam bab mengenai Visi dan Misi sebagai berikut:
Visi
Menjadi Wadah dan/atau Mitra yang berkualitas bagi seluruh pengguna metode Pembelajaran Berbasis Pengalaman di Indonesia serta bertangungjawab terhadap pengembangan kualitas Sumber Daya Manusia Indonesia.
Misi
1. Meningkatkan kualitas Pembelajaran Berbasis Pengalaman sehingga menjadi metode
pembelajaran yang efektif dan diakui di Indonesia.
2. Meningkatkan kualitas Pengguna metode Pembelajaran Berbasis Pengalaman yang
bertanggung jawab terhadap pengembangan kualitas Sumber Daya Manusia Indonesia.
3. Memasyarakatkan Pembelajaran Berbasis Pengalaman kepada masyarakat Indonesia.
Penetapan diri menjadi Asosiasi berbasis Keilmuan memang membawa konsekuensi logis tersendiri bagi AELI. DPP AELI tidak hanya harus membagi fokus terhadap dua jenis keanggotaan yaitu Profesional dan Badan Usaha, tapi juga harus mampu mengakomodir jenis-jenis penerapan metode EL yang cukup banyak. Ketua Umum AELI terpilih saat Munas V ini, saudara Nurfahmi atau biasa disapa Bang Jaung, memiliki pekerjaan rumah yang cukup besar. Ketua Umum AELI masa bakti 2019-2022 ini harus mampu membuat AELI yang luas ini menjadi ‘jelas’.
Salah satu hal yang akan dilakukan Bang Jaung selaku Ketua Umum AELI terpilih untuk menjawab Amanah ini adalah dengan membuat program-program komunikasi yang terarah kepada stake holder AELI terkait sesuai dengan bahasa yang dimengerti oleh tiap stakeholder. Untuk membuat AELI yang luas ini menjadi ‘jelas’ maka dibutuhkan strategi komunikasi yang berbeda bagi tiap stakeholder.
Bila bicara ke Kementerian Pariwisata maka istilah Lembaga Usaha dan Profesional EL yang bergerak di Industri Pariwisata yang akan diangkat. Begitu jg bila bicara ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan atau Kementerian Perindustrian. Lain pula bahasa yang akan digunakan untuk pengguna jasa layanan EL anggota Lembaga AELI. Strategi inilah yang akan menjadi kunci bagi AELI untuk lebih dikenal tanpa mengubah bentuk dasar asosiasi sebagaimana tujuan dari para pendiri dan seluruh anggota AELI.
Tapi perlu diakui, kerja berat ini tidak akan bisa dilakukan oleh Ketua Umum AELI sendiri. Susunan Dewan Pengurus Pusat dan Daerah AELI perlu bahu-membahu mengerahkan sumber daya untuk mengeksekusi strategi ini. Mari kita dukung Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat AELI masa bakti 2019-2022 untuk mewujudkan cita-cita besar kita bersama sebagaimana dinyatakan dalam Visi dan Misi AELI.
Gigih Gesang, S.Psi
Sekjen DPP AELI
Tags: AELI EL Indonesia Experiential Learning Indonesia Munas V AELI
Terus Semangat Dalam membanGUN bangsa INI bersama AELI.
Visi dan Misi yang sangat mulia tujuannya, menjadikan manusia Indonesia yang berkualitas dalam aspek kognitif, afektif dan psikomotorik agar supaya dapat dan mampu bersaing di era MEA nanti.
Sebuah pekerjaan rumah yang sangat berat, tapi dalam sebuah kerjasama TIM yang efektif, seberat apapun tantangannya saya yakin pasti bisa tercapai…lewat usaha kerja keras dan DOA !…Amiinnn !