“Gue tuh dari tahun 2000-an udah jadi fasil, banyak banget program yang pernah gue tanganin, gue jugapernah TOT, punya beberapa sertifikat…”
“ Iya, sama gw juga, tempat gue juga banyak nanganin program-program korporat. Beberapa angkanya besar banget, udah gitu beberapa repeat lagi….”
“Emang harus ya sertifikasi …?!?!, Emang ngaruh yah buat ningkatin pendapatan gue…?!?!?”
Begitu banyak ‘celetukan’ seperti diatas belakangan ini. Entah dalam sebuah diskusi formal, entah hanya obrolan pengisi waktu luang disela kegiatan. Bisajadi juga sekedar obrolan selingan minum kopi yang tentunya penuh tambahan ‘bumbu penyedap’ yang bisa memperkuat cita rasa atau malah membuat kehilangan rasa sebenarnya.
Membicarakan sertifikasi FASEL, tentunya tidak akan lengkap tanpa mengetahui perjalanan panjang yang mengantarkan mimpi para penggagas asosiasi , yang berangkat dari sekedar isu, ide, pertengkaran, persamaan visi tentang sebuah metode pengembangan yang dalam kurun waktu dua puluh tahun kebelakang di Indonesia telah bertransformasi menjadi sebuah industri yang maju pesat dan menjadi sandaran harapan orang banyak , dari yang tidak memiliki bekal pendidikan tinggi sampai yang bergelar S3. Dari yang sekeda rmengisi waktu luang mencari tambahan penghasilan, sampai yang sudah secara tegas memilih industry ini sebagai prioritas penghasilannya.
Lantas bagaimana ceritanya ?
Kita simak ya …
LANDASAN KEBUTUHAN
MRA (Mutual recognition arrangement) kawasan Asia Tenggara
Tidak bisa dipungkiri, dalam perspektif makro, kawasan negara di Asia Tenggara masih dianggap kelas tiga dibandingkan beberapa Negara di kawasan benua Amerika dan Eropa. Kendala terbesar yang dialami adalah lemahnya posisi tawar dalam menghadapi era globalisasi perdagangan dan industry dunia. Sebagai bagian rencana strategis, Negara-negara asia tenggara pada tahun 2007 menandatangani kesepakatan bersama tentang kesepakatan mobilitas tenaga professional sebagai pengakuan standar kompetensi kerjakhususnya dibidang pariwisata dan ekonomi kreatif.
MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN)
Mungkin tidak banyak orang tahu bahwa 2016 awal adalah dimulainya sejarah baru tentang kebebasan yang dimiliki oleh seluruh Negara di asia tenggara dalam menjalin kerjasama lintas Negara secara terbuka untuk peningkatan kemampuan ekonomi melalui berbagai sektor yang ada.
Untuk bisa lebih mendapatkan gambaran tentang hal ini, mari kita melihat kebelakang sejenak tentang perjalanan dari terbentuknya kawasan ini.
2015 , akhir 31 Desember MEA – Masyarakat Ekonomi ASEAN
Kesepakatan para leader ASEAN di KTT – Kuala Lumpur Malaysia 1997 – pola EEC
Deklarasi para leader ASEAN di KTT BALI Okt 2003 – berlaku tahun 2020
Kesepakatan para leader ASEAN di KTT Singapura Nov 2007 – dipercepat pelaksanaan tahun 2015
Meningkatkan dayasaing Negara-negara ASEAN – kekuatan ekonomi ke 3 setelah Tiongkok & Jepang
2015 , akhir 31 Desember MEA – Masyarakat Ekonomi ASEAN
Pasar bebas dibidang Permodalan, Barang, Jasa dan tenaga kerja.
ASEAN – Indonesia Malaysia, Singapura, Filipina, Thailand, Brunei Darussalam, Vietnam, Kamboja, Myanmar dan Laos.
2015 , akhir 31 Desember MEA – MasyarakatEkonomi ASEAN
12 sektor prioritas utama – industry agro, peralatan elektronik, otomotif, perikanan, industry karet, industry berbasis kayu & tekstil.
5 sektor – Jasa – transportasi udara, pelayanan kesehatan, pariwisata, logistic industry tehnologi informasi.
Disusunnya SKKNI 2011
Menyikapi situasi tersebut, pemerintah pada masa itu guna memenuhi kebutuhan tenaga professional yang memiliki kualifikasi yang setara di internal kawasan Asia Tenggara, melalui kementrian Pariwisata dan ekonomi kreatif (PAREKRAF) di tahun 2008 mulai menyusun draft Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI), khususnya di bidang OUTBOUND dengan melibatkan nara sumber dari berbagai pelaku industry dan praktisi. Proses ini menghasilkan sembilan unit kompetensi (Kode unit PAR.OTB.002.001 – PAR.OTB.002.009).
Draft yang dihasilkan, setelah melalui kajian perbaikan untuk memenuhi standar yang berlaku tidak hanya di Negara Indonesia, mendapatkan persetujuan dari pemerintah dan ditandatangani oleh menteri Industri dan perdagangan, Bapak Muhaimin Iskandar pada tahun 2011.
Pembuatan perangkat uji 2014
Faktor kunci yang perlu dipahami, bahwa standar kompetensi yang dimiliki harus memenuhi kriteria yang diakui oleh nasional, internasional dan memiliki pengakuan legal. Dengan kata lain :
Penyesuaian penyusunan Standar Kompetensi memenuhi kebutuhan Industri / Usaha.
Menggunakan referensi dan rujukan standar-standar sejenis dinegara lain – saling pengakuan sesame anggota.
Kerjasama Tim Asosiasi Pekerja, Asosiasi Industri / Usaha Secara Institusional, Asosiasi Lembaga Pendidikan, Pelatihan Profesi dan Para Pakar.
Sementara, berusan dengan kebutuhan pengembangan kualitas sumber daya manusia, maka standar yang akan digunakan harus juga memenuhi kebutuhan bagi beberapa instansi terkait, seperti :
Industri pendidkan dan Pelatihan
Memberikan informasi untuk pengembangan program kurikulum.
Dunia Usaha / Industri dan PenggunaTenaga Kerja :
Membantu dalam rekruitmen tenaga kerja
Membantu penilaian unjuk kerja
Mengembangkan program pelatihan – kebutuhan
Untuk membuat uraian jabatan
Institusi Penyelenggara Pengujian dan Sertifikasi :
Sebagai acuan – rumusan paket-paket program sertifikasi sesuai kualifikasi dan levelnya.
Sebagai acuan dalam penyelenggaraan pelatihan, penilaian dan sertifikat.
Prinsip persiapan dan Pelaksanaan
Tahapan persiapan, tentunya dengan acuan membuat standar kompetensi yang setara dengan standar yang dimiliki di Negara-negara kawasan asia tenggara, dimulai dengan terlibat aktifnya institusi pemerintah yang bertanggungjawab langsung, sesuai dengan sektornya.
Dimulai dengan kementrian tenaga kerja yang bertanggung jawab dalam menentukan standar kompetensi apa saja yang wajib dimiliki berhubungan dengan kebutuhan peningkatan kompetensi tenaga kerja nasional.
Kemudian, Kementrian Pariwisata dan ekonomi kreatif (PAREKRAF) yang saat ini dikembalikan menjadi kementrian pariwisata, yang memiliki domain mengembangkan industry dan tenaga kerja yang terlibat didalamnya.
Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP), yang secara spesifik menyusun, mengelola dan membuat perangkat uji Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI).
Dan terakhir, Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) sebagai lembaga swasta yang dilibatkan pemerintah untuk mempermudah penerapan uji kompetensi bagi para pelaku industrinya.
Tahapan
[2013] kerjasama LSP Pramindo dan AELI
Ditandatanganinya nota kesepakatan ,melibatkan praktisi experiential leaning yang tergabung di Asosiasi Experiential Learning Indonesia (AELI) tentang pembuatan dan pengelolaan perangkat uji kompetensi untuk SKKNI Fasilitator Experiential Learning (FASEL).
Dan ditahun ini juga, mempertimbangkan masukan dari berbagai pihak, dilakukan perubahan kodefikasi yang tadinya menggunakan PAR.OTB.02.01 – PAR.OTB.09 menjadi PAR.EL.02.01-PAR.EL.02.01 dan mulai ditentukannya klasifikasi level dari FASEL muda (program rekreasi), FASEL madya (program pendidikan dan pengembangan) dan FASEL utama (desain program).
[2014] sertifikasi level utama di Jakarta
Kebutuhan selanjutnya adalah keharusan adanya penguji (asesor) untuk pelaksanaan proses sertifikasi FASEL. Hanya saja, dikarenakan pihak LSP belum memiliki paraa sesor yang menguasai unit kompetensi yang akan diujikan, maka langkah selanjutnya adalah memberikan pelatihan yang dibutuhkan.
Level FASEL utama, adalah salah satus yarat yang harus dipenuhi oleh para calon asesor, guna direkomendasikan olehpihak LSP untuk mengikuti pelatihan asesor yang diselenggarakan oleh Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP).
[2014] Sertifikasi 10 orang asesor SKKNI FASEL di Yogyakarta
Pelatihan Work Place Assesor (WPA) diikut ioleh :
Kresno Wiyoso ,Ketua umum AELI
Isharyadi Bashori, Sekertaris Jendral AELI
Ageng Aditya, Litbang-diklat pusat
Soelistiyo Winarno, penasehat pusat
Rovino Zainal Hidayat,Penasehat pusat
Enda Mulyanto, penasehat pusat
Tonny Dumalang, penasehat pusat
Roby Seahan, penasehat pusat
Yuniga Fernando, penasehat pusat
Yudi Irawan, Sekertaris AELI DPD Bali
Bermaterikan prinsip utama didalam memahami SKKNI, penyusunan perangkat uji, bank soal, mengembangkan perangkat uji, prinsip pengujian, prinsip bukti, sistematika dalam uji kompetensi dan lain-lain.
Kesepuluh orang inilah, yang dinyatakan lulus dan berhak dalam melakukan uji kompetensi untuk SKKNI FASEL di Indonesia.
[2014] penyusunan materi asesmen kompetensi di Jakarta
Tim penyusun terdiri dari :
Kresno Wiyoso
Tonny Dumalang
Ageng Aditya
Roby Seahan
Enda Mulyanto
Di fokuskan dalam menentukan unit kompetensi untuk level FASEL muda, madya, utama menggunakan skema opsional. Perbedaan bobot konsepsional , teknis dan sikap berdasarkan elemen dan criteria unjuk kerja yang diujikan dengan memenuhi dimensi uji yang terdiri dari task skill, managerial skill, contingency skill, environmental skill.
[2015] Sertifikasi dimulai
Gaungnya mungkin hanya samar-samar terdengar…..
Ini dikarenakan pertimbangan strategis dari AELI untuk meprioritaskan para pengurusnya baik di pusat maupun daerah untuk memiliki sertifikasi FASEL, sehingga bisa menjadi bagi para anggotanya.
Pelaksanaannya pun baru tiga kali dan diikuti oleh para pengurus yang terbagi dalam kepungurusan pusat dan enam belas pengurus daerah AELI.
2015 – Sertifikasi Level Utama I , Cibubur
2015 – Sertifikasi Level Utama II , POT Bogor
2015 – Sertifikasi Level Utama III , Solo
2015 – Sertifikasi Level Madya I , Solo
Jadi, PERLUKAH SERTIFIKASI FASEL………… ?!?!?!?!?
Jawabannya ada ditangan kita sendiri….
Tergantung dari paradigm kita, tentang bagaimana kita mengembangkan kemampuan kita sebagai individu maupun organisasi.Tentang bagaimana kita memenuhi ukuran kualitas dan pengakuan legal dalam menjalankan professi ini.Tentang bagaimana kita bergerak dinamis dalam menjawab tantangan masa depan
Ditulis oleh : Ageng Aditya | Kabid Litbang DPP AELI | Fasel Utama | Asesor SKKNI Fasel