August Rodin berkata “Nothing is a waste of time if you use the experience wisely” atau tidak ada yang namanya membuang waktu apabila kamu menggunakan pengalamanmu dengan bijak. Pengalaman itu hanya akan menjadi pengalaman saja apabila kita tidak dapat merefleksikan pembelajaran dari apa yang telah kita alami. Pengalaman hanya akan menjadi kebanggaan atau cerita sedih bila kita tidak menarik pembelajaran dari pengalaman itu sendiri. Apakah kita akan berhenti disini dengan semua kebanggaan atau kesedihan atau semua itu akan menjadi sebuah refleksi untuk menjadi suatu yang lebih baik di kemudian hari. Banyak yang hanya menjadikan pengalaman sebagai suatu ingatan belaka yang akan diceritakan pada anak cucu mereka, namun dibalik itu pengalaman akan membuat kita lebih baik ketika kita dengan bijak merefleksikannya dalam kehidupan ini.
Ketika kecil kita kadang memang sulit diatur, terkadang terlampau nakal dan membuat orang di sekitar kita khawatir. Berlari-lari mengejar layang-layang ataupun memanjat pohon sekedar untuk menikmati buah jambu diatas tangkai yang kecil. Orang akan berteriak hati-hati nanti jatuh tapi ada beberapa orang tua yang hanya tersenyum dan berkata keun wae da budak suatu istilah bahasa sunda yang berarti biarkan saja mereka masih kanak-kanak. Pesan itu begitu meresap dalam jiwa ini karena dibalik kata-kata sederhana ada suatu makna yang luar biasa, biarkan anak belajar dari pengalamannya dan akan memudahkan untuk membimbingnya di masa depan. Ketika kita terjatuh karena berlari atau memanjat pohon kita akan belajar untuk lebih berhati-hati atau setidaknya mengingat rasa sakitnya sehingga kita tau apa yang harus dilakukan bila di kemudian hari akan melakukan kegiatan yang sama lagi.
Dalam setiap hal di kehidupan ini, terasa ataupun tidak kita belajar dari pengalaman yang dialami. Bagaimana kita bisa membaca, berhitung, bernyanyi, hingga membuat sesuatu berbasis teknologi tinggi merupakan pembelajaran dari pengalaman yang mungkin tidak kita sadari. Belatih soal matematika secara tidak disadari menciptakan suatu pengalaman yang konkrit mengenai bagaimana sulitnya kita memecahkan suatu permasalahan, dengan berlatih berulang dan mengkoreksi kesalahan yang dilakukan semua soal tersebut dapat diselesaikan dengan baik. Begitu juga dengan belajar instrumen musik, setiap kesalahan berupaya diperbaiki dengan mengulang partitur atau cord yang harus dimainkan dan tercipta suatu alunan yang indah yang orang namakan harmoni. Disadari atau tidak sebuah proses berupa siklus yang bermula dari pengalaman konkrit yang direfleksikan dan akhirnya berakhir dengan mencoba atau bereksperimen sehingga berhasil telah menjadi sendi dalam kehidupan kita, hal itu bukan hanya teori yang dicetuskan oleh Kolb tetapi sejujurnya suatu proses yang berulang yang telah kita lakukan sejak kecil.
Masalah yang paling sering dialami adalah terkadang kita hanya melewatkan suatu pengalaman tersebut tanpa dapat mengambil hikmah dan pembelajaran yang tersirat dari pengalaman tersebut. Pengalaman-pengalaman yang hanya akan memenuhi relung memori yang tanpa kita sadari dapat membuat kita menjadi lebih baik apabila mau sejenak merefleksikan pengalaman tersebut dan mengambil beberapa pembelajaran dengan bijak, bukannya menjadi ego akan suatu kebanggaan atau menjadi tembok tebal sebagai akibat dari suatu kegagalan. Terkadang pengalaman yang tidak menyenangkan menjadikan kita kerdil dan menghentikan kita, sedangkan pengalaman baik dan indah apabila tidak kita refleksikan hanya akan menjadi memori indah untuk diceritakan saja. Kita harus menentukan apakah kita akan mengambil pembelajaran untuk berkembang bersama atau hanya menjadikan pengalaman sebagai suatu alasan untuk tidak mau bergerak maju dan melangkah dengan gagah berani dalam kehidupan ini.
Masalah terbesar yang sering terjadi adalah tidak disadarinya pengalaman yang dialami dapat memberikan pembelajaran yang baik bagi kita karena secara individu. Kita tidak merasakan itu sebagai suatu yang luar biasa dan akhirnya tidak merefleksikan pengalaman tersebut sehingga kita tidak belajar. Oleh karenanya terkadang dibutuhkan bantuan dari luar yaitu orang lain untuk membimbing kita dalam merefleksikan pembelajaran yang seharusnya kita dapatkan. Disinilah titik awal mengapa experiential learning menjadi suatu system pembelajaran masa depan. Bukan hanya pembelajaran searah dimana subject belajar dianggap sebagai objek namun melibatkan subjek belajar untuk lebih memahami apa yang dia pelajari. Seringkali pelajaran yang diterima harus melalui tahapan membayangkan sehingga seringkali juga bayangan yang timbul tidak sesuai dengan yang dimaksudkan dalam pembelajaran, namun akan lebih mudah ketika apa yang harus dibayangkan tersebut dilakukan secara nyata oleh subjek belajar sehingga mereka mengalami secara langsung apa yang diajarkan dan dibantu untuk merefleksikannya. Pengalaman konkrit yang dialami dapat dengan mudah diarahkan dengan sebuah refleksi sehingga memudahkan untuk mengingat pesan atau pembelajaran bukan hanya membayangkan dan meraba-raba. Hal ini mengingatkan mengenai pelajaran waktu kita di sekolah dasar atau menengah pertama dimana kita diajarkan mengenai kerangka berpikir ilmiah yang dimulai dari hipotesa, lalu dilakukan eksperimen untuk menguji hipotesa tersebut secara nyata dan akhirnya didapatkan kesimpulan apakah sesuai dengan hipotesa ataupun tidak. Eksperimen tersebut menjadi suatu pengalaman konkrit yang menghasilkan kesimpulan yang akhirnya kesimpulan tersebut harus diuji kembali hingga mendapatkan validitas yang kuat.
Begitu pula dengan kehidupan kita, apa yang kita lakukan, bahkan upaya dan pekerjaan kita. Ketika melakukannya kita melalui suatu proses dimana mendapatkan pengalaman yang konkrit bukan berdasarkan kata orang ataupun buku bacaan yang kita anggap itu sebagai kesimpulan atas suatu hipotesa. Pengalaman konkrit tersebut dapat kita refleksikan apakan hasil kesimpulannya merupakan hasil positif atau negatif terhadap pencapaian tujuan kita. Apabila positif adakah ruang-ruang untuk perbaikan sehingga memperbaiki kualitas dan mempercepat tercapainya tujuan, atau jika negative bagian manakah yang seharusnya diperbaiki sehingga semakin mendekatkan kita pada tujuan yang ingin kita raih. Experiential learning akan membantu kita untuk melakukan perbaikan dan percepatan dalam pencapaian tujuan kita.
Berkaca pada beberapa kejadian yang dialami orang-orang yang sukses ataupun kelompok yang berhasil meraih kejayaan hal itu bukan hanya dengan melakukan percobaan sekali atau dua, tetapi berulang kali dengan selalu merefleksikan setiap pengalaman yang mereka alami, merencanakan perbaikan-perbaikan yang harus dilakukan, serta mencoba hasil pemikiran-pemikiran itu yang pada akhirnya membuat mereka meraih tujuan mereka. Contoh konkrit dari keberhasilan tersebut dapat kita lihat pada perjalanan PERSIB Bandung sebagai salah satu tim sepakbola yang pada saat ini dapat dikatakan salah satu terbaik di Indonesia. Menanti selama 19 tahun gelar juara nasional ditambah beberapa kali hampir terdegradasi dari liga tertinggi tanah air, PERSIB berhasil bebenah diri berdasarkan suatu refleksi terhadap factor-faktor yang selalu menjegal kiprah mereka di kompetisi. Memulai dengan mengembalikan kepemimpinan pada orang yang benar-benar memahami kultur tim ditambah rekrutmen pemain berdasarkan kebutuhan tim bukan hanya nama besar pemain tersebut, perbaikan secara manajemen dimana meminimalkan faktor-faktor non teknis yang dapat mengganggu kinerja tim dan akhirnya meraih juara Indonesia pada tahun 2014. Semua hal tersebut merupakan refleksi, yang diikuti oleh konsepsi abstract dan dilanjutkan dengan ekperimen aktif dari seluruh sendi tim selama 19 tahun nirgelar yang dialami tim kebanggaan masyarakat pasundan.
Pertanyaan berikutnya adalah apakah kita harus menunggu waktu lama untuk mendapatkan pembelajaran dari pengalaman? Apakah kita ingin seperti PERSIB yang harus menanti hingga hampir 2 dekade untuk kembali merasakan manisnya kejayaan? Hal tersebut dapat dilakukan percepatan dengan pelatihan-pelatihan atau upaya peningkatan kapasitas dengan berbagai metoda. Salah satu metoda terbaik dalam mempercepat kita mencapai tujuan adalah dengan metoda pembelajaran melalui pengalaman atau experiential learning methods. Metoda experiential learning tidak hanya membuat refleksi terhadap suatu pengalaman tetapi juga mempercepat pencapaian tujuan yang mungkin harus diraih selama bertahun-tahun dalam waktu yang lebih singkat. Metoda experiential learning tersebut harus dilakukan dengan sistem metafora atau perbandingan dari media belajar, permainan ataupun simulasi yang diberikan dengan kondisi di kehidupan nyata. Kekuatan metafora tersebut akan mempercepat proses pembelajaran sehingga dapat mempercepat pula pencapaian tujuan.
Metoda experiential learning tidak memfokuskan dirinya pada hasil dari media belajar, permainan, ataupun simulasi yang dilakukan namun lebih menekankan pada proses yang terjadi selama kegiatan. Fakta-fakta yang timbul dari dinamika yang terjadi dan bagaimana fakta-fakta tersebut dapat mempengaruhi keberhasilan ataupun kegagalan dari hasil yang diinginkan. Hal ini yang sering kali terlewatkan oleh kita ketika melakukan suatu proses dan pada akhirnya hanya melihat hasil dari proses tersebut saja tanpa memperhatikan fakta-fakta yang terjadi selama proses dilakukan. Ambil contoh sebuah permainan klasik yang sering dilakukan dalam pelatihan dengan metode experiential learning, nama permainan tersebut adalah hands knot. Dalam permainan ini sebuah regu diminta membuat lingkaran kecil dan saling berpegangan tangan dimana pegangan tangan tersebut diatur sedemikan rupa atau diacak sehingga tidak ada orang yang memegang tangan teman di sebelahnya dan tangan yang satu tidak memegang tangan orang yang sama dari peserta kelompoknya. Tugas sederhana yang diberikan adalah bagaimana tanpa melepaskan pegangan tangan kelompok tersebut harus mengurai simpul-simpul tangan di antara mereka menjadi suatu lingkaran yang besar dan tidak kusut atau bersimpul. Sering orang hanya terfokus pada berhasil atau tidaknya tugas tersebut diselesaikan, padahal banyak hal yang dapat kita pelajari dari permainan tersebut. Apakah para peserta saling bekerjasama, apakah ada diantara mereka yang menyampaikan pendapat, apakah pendapat tersebut didengarkan oleh peserta yang lain, apakah ada yang berinisiatif untuk menjadi pemimpin kelompok, apakah kolompok percaya pada pemimpin kelompok, apakah ada keteraturan gerakan, apakah ada yang memperhatikan posisi dan keselamatan temannya, dan lain sebagainya. Setiap kejadian tersebut bisa direfleksikan dan didiskusikan sebagai bahan belajar dan dimetaforakan pada kondisi mereka sehari-hari. Adakah kesamaan atau kemiripan kondisi, adakah hal-hal yang terjadi bisa dijadikan acuan untuk perbaikan ke depan, atau bahkan bagaimana cara pemecahan bersama untuk menghindari apabila kejadian tersebut adalah hal negatif terjadi di kehidupan mereka setelah pelatihan dilakukan. Metafora itulah yang akan menjadi dasar dari pembelajaran yang diperoleh para peserta.
Experiential learning dapat diaplikasikan dalam semua sendi kehidupan kita. Dengan belajar dari pengalaman kita bisa memperbaiki dan meningkatkan kemampuan kita serta mempercepat kita dalam pencapaian tujuan. Pepatah lama mengatakan “Hanya seekor keledai yang terperosok pada lubang yang sama” dimana ini mencerminkan orang yang tidak mengambil pembelajaran dari pengalaman yang mereka alami. Pada intinya pengalaman adalah guru terbaik untuk kita semua, dan saya bukan seekor keledai, yang tidak pernah belajar dari pengalaman, yang selalu terperosok pada lubang yang sama.